Thursday, April 30, 2009

Selamat buat pak SBY


The changes taking place in Indonesia today are among the most remarkable developments in the Muslim world. The country's transition from authoritarianism has proved that as a democracy, Indonesia can be culturally vibrant and economically prosperous.

Since winning the presidency in 2004, Susilo Bambang Yudhoyono has managed to keep the nation afloat, even during the current global recession. However, significant challenges lie ahead. Poverty remains pervasive in Indonesia, and the government must press onward with improvements to the country's ailing infrastructure. Businesses are confronted with a bewildering array of regulations, and the country pays a heavy price in corruption and bribery.

The coming presidential election promises to be good to Yudhoyono, 59, thanks in no small measure to his having for the most part delivered on his promises. The history of Indonesia's democratic journey may not be that long, but it has thus far shown that the country's people will not re-elect a President who falls short of expectations.

The time is right for Indonesia, as the world's most populous Muslim nation, to assume a more prominent position in Asia and throughout the Muslim world. In response to President Obama's warm overtures to Muslim countries for a new phase in relations with the U.S., Yudhoyono can take the lead and chart a new course for the region.



Sunday, April 26, 2009

PIta 12 "Kita Bekerja Terbaik Jika Di Bawah Tekanan"

Banyak di antara kita percaya bahwa kita dapat melakuan pekerjaan kita sebaik-baiknya apabila kita berada dibawah tekanan. Namun, pengamatan yang lebih dekat lagi pada umumnya menunjukkan bahwa ini jenis pemikiran khayalan yang dipergunakan mereka yang berusaha untuk membenarkan kemalasan.

Penalarannya sebagai berikut: "Karena saya dapat bekerja keras bila benar-benar memperoleh tekanan, maka saya akan tunggu sampai menit-menit terakhir. Ini benar-benar mempengaruhi kejiwaan diri saya. Kemudian saya akan menyalakan semangat saya, berusaha sekuat mungkin dan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya".
Ini benar-benar merupakan suatu bentuk penipuan diri yang hebat tetapi yang lazim terjadi.

Bila tetap ada, tidak banyak sebenarnya di antara kita yang pernah melakukan suatu pekerjaan yang baik dibawah tekanan, apapun yang akan kita percayai. Di masa mendatang, sebelum anda menempatkan diri dibawah tekanan, hendaknya anda mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibat yang berikut ini :

Pertama, bila anda terpaksa harus bekerja dengan kecepatan yang dipertinggi, kegiatan itu juga akan meningkatkan kemungkinan-kemungkinan melakukan kesalahan-kesalahan. Dan bila anda benar-benar melakukan kekeliruan yang gawat, mungkin anda tidak mempunyai waktu untuk memperbaikinya.

Kedua, keadaan-keadaan dibawah tekanan akan menjadikan anda tidak kebal tehadap Hukum Murphy :

"Tidak ada sesuatu yang mudah seperti apa yang terlihat. Segala sesuatunya membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang diharapkan. Dan bila apapun juga mendapat kesalahan, anda juga dapat berbuat salah, justru mungkin pada saat-saat yang paling buruk"

Sesuatu yang sangat mendesak dan penting mungkin akan muncul dan merampas waktu anda yang berharga yang hanya sedikit tersebut dan yang telah anda sediakan untuk melakukan pekerjaan. Anda menunggu sampai malam untuk membuat laporan penting untuk pemimpin anda, dan kemudian atap rumah mulai bocor, atau isteri anda sedang menderita sakit, atau mesin tulisnya rusak. Sebagai akibatnya, anda mengakhiri malam itu tanpa berbuat apapun juga atau berbuat secara serampangan sehingga anda terpaksa harus mengulanginya sekali lagi. Bila anda tidak mempunyai waktu untuk mengerjakannya dengan benar pada saat yang pertama, di manakah anda mencari waktu untuk mengerjakannya lagi?.

Ketiga, seandainya semuanya berjalan dengan baik dan anda benar-benar dapat berbuat banyak dalam waktu yang singkat, hal ini hanya berarti anda mampu mengetahui cara untuk menjadi efektif, tetapi jangan memilih melakukan hal ini kecuali anda berada di bawah tekanan. Anda telah menipu diri anda sendiri dengan kegagalan anda untuk menjadi lebih mampu dari potensi yang sebenarnya anda miliki. Demikian kata-kata Linus, "Tidak ada beban yang lebih berat dari pada potensi yang besar".

Akhirnya, bila anda tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tetapi sebenarnya dapat melakukannya dengan memulainya lebih awal, mungkin anda akan kehilangan kepercayaan dan kehormatan diri.

Pita 11 "Keadilan bagi Semua"

Kita sering mendengar tentang keadilan. Guru-guru, pemerintah-pemerintah, para pengacara, para polisi, para politisi dan para rohaniwan, semuanya meneriakkan keadilan. Ini mirip sifat keibuan.

Siapa yang menentangnya? Namun, pada kenyataannya tetap saja bahwa dunia ini bukan merupakan dunia yang adil. Kehidupan itu tidak jujur dan tidak akan pernah menjadi jujur. Seringkali kehidupan itu sulit bagi kita. Anda melakukan pekerjaan dan orang lain yang memperoleh hasilnya. Ini tidak jujur. Seseorang mendapatkan promosi karena karena dia lebih bersahabat dengan pimpinan. Ini tidak jujur. Pimpinan anda marah, Anda dipermasalahkan dan anda dipecat. Ini tidak jujur. Anda berkerja dua kali lebih giat dari pada tetangga anda dan dua kali lebih gesit, namun anda memperoleh gaji setengahnya. Ini tidak jujur. Kemungkinan untuk terjadinya ketidak-jujuran adalah tidak terbatas.

Hidup tidak berhutang apapun pada kita. Namun kita bertingkah laku seolah-olah kita telah menanda-tangani sebuah kontrak sebelum lahir, yang menjamin kita tentang adanya kejujuran. Bila ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita, kita membuang sejumlah besar waktu dan enerji untuk mengeluhkan ketidak-adilan yang terjadi dan yang diperlakukan terhadap kita.
"Itu tidak jujur!"
"Saya ditekan"
"Kalau saja ini bukan untuk mereka!"
"Apakah saya boleh melakukan sesuatu untuk anda?"
"Saya telah mendapatkan hal-hal yang buruk"

Lebih buruk lagi, banyak diantara kita yang telah mempergunakan situasi adanya ketidakadilan itu sebagai alasan untuk keluar dari persoalan. Apakah gunanya selalu berusaha bila hidup tidak berarti apa-apa kecuali kesempatan-kesempatan yang selalu buruk? Maka, sebagai tambahan atas keborosan waktu terhadap kemalangan-kemalangan masa lampau, kita memberi pukulan kedua pada diri kita sendiri dengan membiarkan untuk tidak mampu mengerahkan diri. Kita hanya menyerah saja.

Kisah keadilan diatasi dengan menyatakan kenyataan bahwa keadilan itu tidak ada. Keadilan, seperti halnya dengan keindahan, hanya berada di mata si penonton.

Bila nasib tidak ramah pada anda, terimalah kemalangan tersebut sebagai apa adanya dan putuskan untuk mempelajari sesuatu dari kemalangan tersebut yang akan memberi pelajaran pada anda untuk masa mendatang. Selanjutnya, bergegaslah untuk kembali pada usaha-usaha hidup selanjutnya, nikmatilah dan capailah. Dengan membiarkan diri anda menjadi tidak mampu mengerahkan diri dan berkubang diri dalam penyesalan, bukan merupakan akibat dari adanya perlakuan buruk. Melainkan lebih merupakan suatu pilihan yang telah kita lakukan dari waktu ke waktu.

Inilah dunia yang tidak adil, dan tidak ada jaminan bahwa anda akan berhasil bila anda mencobanya. Namun satu hal sudah pasti : Anda tidak akan berhasil bila anda tidak mencobanya.

Pita 10 "Lebih Banyak Disiplin Berarti Lebih Sedikit Kebebasan"

Dalam Proses pendewasaan, kita telah berkali-kali mengalami pengarahan melalui berbagai bentuk disiplin. Sebagai seorang anak kecil anda duduk di bangku yang sudah diatur dalam sebuah deretan dengan bangku-bangku yang lain. Anda tidak diperbolehkan berbicara. Anda harus tetap duduk di situ, kecuali diberi ijin untuk bangkit. Anda harus pulang pada waktu yang tertentu dan tidur pada jam yang tertentu, meskipun mungkin anda belum lelah. Barangkali anda pernah dikenai jenis disiplin yang lain, disiplin militer. Dalam pendidikan dasar, anda dikunci, dilucuti semua identitas pribadi anda dan dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan standar tingkah laku tertentu.

Dengan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai acuan, tidaklah mengherankan bila perkataan "disiplin" mengandung arti yang negatif bagi banyak orang. Walaupun kita mempercayai bahwa hal tersebut akan bermanfaat bagi kita, perasaan kita selalu menghubungkan disiplin dengan kehilangan kebebasan pribadi. Bila kita melangkah mundur dan mengulas disiplin secara obyektif, maka akan menjadi jelaslah bagi kita bahwa kasusnya bukanlah ini. Kebebasan dan disiplin tidak dapat dipertukarkan. Keduanya dapat berada dalam berbagai kombinasi.

Pertimbangkanlah 4 hal berikut ini
  1. Kita dapat memiliki kebebasan yang rendah dengan sedikit disiplin. Contoh dari halini adalah keadaan di daerah perkotaan yang tingkat kejahatannya tinggi, sehingga anda tidak dapat berjalan-jalan di jalan karena takut akan keselamatan anda.
  2. Ada kebebasan yang tinggi dengan disiplin yang rendah. Hidup di sebuah pulau di daerah tropis di mana kehidupan adalah mudah, merupakan contoh untuk hal ini.
  3. Kebebasan yang rendah dengan disiplin yang tinggi dapat terjadi, dan kita paling akrab dengan kombinasi ini. Contohnya adalah penjara dan pemerintahan-pemerintahan yang otokratis.
  4. Akhirnya,terdapat kebebasan yang tinggi dirangkaikan dengan disiplin yang besar. Ini terjadi bila seserang melakukan disiplin diri. Dia menetapkan tujuan-tujuannya sendiri, merumuskan suatu strategi dan melaksanakan perintah pada diri sendiri. Dia memprogram dirinya sendiri untuk memperoleh kepuasan atas kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Dia belajar memanfaatkan waktu dan enerjinya sebaik-baiknya dan sebagai hasilnya, dia bekerja lebih sedikit dan memperoleh lebih banyak.

Pita 9 "Hanya Ada Satu Cara Terbaik"

Sebagian besar pendidikan formal menyebabkan kita berpikir dengan cara ini.Di sekolah kita menggunakan sebagian besar waktu kita untuk mempelajari pemecahan suatu soal atau memberi jawaban atas suatu pertanyaan. Semua jawaban yang lain adalah jawaban yang tidak benar, dan orang yang paling sering memberikan jawaban yang benar biasanya adalah siswa yang terpandai. Setelah bertahun-tahun mempelajari cara yang benar, kita telah terbawa oleh jenis pemikiran ini ke dalam tugas-tugas kerja kita dan bidang-bidang lain dari kehidupan kita. Pada saat kita belajar tentang bagaimana melakukan sesuatu tugas, cara tersebut akan langsung merupakan satu-satunya jawaban untuk mengerjakan tugas tersebut. Pendekatan-pendekatan yang lain tidak perlu dipertimbangkan. Bila orang lain mengerjakan tugas tersebut secara berlainan, dia pasti telah melakukannya secara salah.

Bila tiba saatnya untuk bekerja, jenis pemikiran ini sungguh-sungguh dapat menyakitkan kita. Pemikiran yang kaku dan tidak fleksibel, menghambat kita untuk mendapatkan cara-cara yang baru, yang kreatif, lebih sederhana dan lebih baik untuk melakukan tugas tersebut.

Bila anda pernah memnemukan sebuah cara yang terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan, bagaimana anda tahu anda telah menemukannya? kenyataannya anda tidak tahu. Pemecahan masalah-masalah tidaklah mutlak. Menyapu lantai bersih dengan sapu merupakan suatu pemecahan yang baik untuk masalah membersihkan kotoran, dibanding mengambil kotoran dengan tangan, tetapi bagaimana bila tersedia sebuah vacuum cleaner (alat penyedot debu)? Ketentuan yang baik adalah paling sedikit harus selalu ada 2 cara yang baik untuk melakukan sesuatu

Pita 8 "Kerja Bukanlah Kesenangan"

Uraian tentang bekerja dalam Perjanjian Lama memberikan gambaran yang sangat suram. Kerja dianggap hukuman dari dosa-dosa, dan manusia harus menggunakan sebagian besar waktu jaganya untuk bekerja keras membanting tulang agar supaya dapat bertahan hidup. Maka, dari Kitab Kejadian terlahirlah sebuah nilai yang menjalar : kerja bukanlah untuk dinikmati. Abraham Lincoln mengungkapkan pengertian ini ketika dia mengatakan “ Ayah saya mengejar saya untuk bekerja, tetapi tidak untuk mencintainya. Saya benar-benar tidak pernah suka bekerja, dan saya tidak mengingkarinya. Saya lebih suka membaca menceritakan kisah-kisah, bergurau, bercakap-cakap,tertawa, atau apa saja kecuali bekerja.”

Dari semua kisah yang diprogramkan, nampaknya kita telah membuat kemajuan dalam menghilangkan anggapan yang satu ini. Kebanyakan dari kita menyadari bahwa pemerasan enerji mental dan fisik merupakan hal yang wajar. Kerja dapat suatu kenikmatan, sangat tidak menyenangkan atau diantara keduanya, tergantung dari individu dan macam pekerjaan itu sendiri. Kesulitan dalam mengikuti pita ini adalah bahwa bila anda berkeyakinan bahwa hanya ketidaknyamanan saya yang terkandung dalam bekerja , maka itulah semua yang akan anda peroleh.

Anda menanggung resiko tinggi apabila denagn cepat anda mengubah kepuasan-kepuasan hidup terbesar yang ada pada diri sendiri.

Pita 7 "Kerja Keras Adalah Bijaksana"

Salah satu tradisi yang terdapat dalam masyarakat kita mengatakan bahwa ada kebijaksanaan dan kemulyaan dalam bekerja keras. “Dia adalah seorang pekerja keras” atau “ Sebenarnya dia itu gesit”, dianggap sebagai pujian yang tinggi. Pengertian bahwa “Kerja itu sendiri adalah baik” dan bahwa seorang pria atau wanita yang bekerja itu tidak hanya memberikan sumbangan pada rekan-rekan prianya saja, tetapi menjadikannya serang yang lebih baik dengan kebijaksanaan kegiatan kerjanya, demikian kuat tertanam di dalam benak kita, sehingga tidak dapat menangani perasaan-perasaan bersalah dan tidak pantas bila menjadi pengangguran. Bahkan ada yang sampai bertekad mengakhiri kehidupan mereka. Mereka itu bunuh diri. Di antara nilai-nilai di dalam masyarakat kita, yang satu ini hampir tidak tertandingi.

Adanya anggapan bahwa setiap kegiatan manusia harus mengikut-sertakan seratus persen kebijaksanaan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, perlu dipertanyakan. Kerja keras dapat menjadikan beberapa orang berhasil, dapat juga menghancurkan orang-orang lain. Hal ini tergantung pada pribadi dan jenis pekerjaannya. Dari semua hal yang telah saya baca, saya yakin, akan amanlah untuk beranggapan bahwa Hitler adalah seorang pekerja keras. Bila ada kemuliaan di dalam karyanya, saya benar-benar tidak mampu untuk melihatnya.

Pita 6 “Cara Yang Mudah Adalah Cara Yang Terbaik”

Ketika Linus, ahli filsafat yang besar, mengatakan, “Tidak ada masalahyang sedemikian besar atau sedemikian rumitnya sehingga tidak dapat dihindari”, dia menunjuk pada sebuah kisah mitos tentang cara mengambil jalan keluar yang mudah. Sering kali pita “Cara Yang Mudah” dipergunakan oleh mereka yang sebelumnya mengikuti pita “Kerja Keras”. Ketika semua pekerjaan mereka tidak mampu lagi memberikan hasil yang seperti diharapkan, mereka menjadi sangat kecewa. Mereka tidak memeriksa situasi dengan pemikiran nalar dan mencoba mempelajarinya, tetapi hanya menggeser sebuah pita dan menggantinya dengan pita yang lain.

Mereka menempuh cara yang mudah dalam kehidupan ini tidak menyadari, atau memilih untuk mengabaikan teori investasi kerja. Sayangnya, pada umumnya mereka menemukan bahwa jalur pertahanan dengan hambatan yang terkecil ternyata mengandung suatu harga tingga yang tersembunyi.

Mereka agaknya tidak pernah mempelajari salah satu kebenaran hidup yang terbesar , “Hidup itu Sulit”. Dari lahir sampai mati, hidup itu merupakan suatu proses penyelesaian persoalan. Semakin tinggi disiplin kita, semakin tinggi pula kemampuan kita untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang muncul. Semakin banyak kita menyelesaikan masalah, kehidupan kita akan semakin mudah dan semakin besar kesempatan kita untuk mencapai tujuan-tujuan yang penting bagi kita. Mereka yang mengambil jalan keluar yang mudah sama saja menempuh pendekatan tambal sulam jangka pendek atas kehidupan, melepaskan demikian saja hari esok yang seharusnya perlu diraih. Kenyataannya adalah bahwa tidak ada sesuatu yang mudah.
Jalur pertahanan dengan hambatan yang terkecil adalah untuk mereka yang kalah.

Pita 5 “Cara Terbaik Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Adalah Dengan Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri"

Alasan untuk filsafat yang sedemikian ini nampaknya sehat. Anda tidak perlu untuk memanggil atau membayar orang lain untuk melakukan hal tersebut, dan dengan mengerjakannya sendiri, anda tidak perlu memeriksa untuk meyakinkan apakah tugas tersebut telah diselesaikan secara memuaskan. Ini juga menghemat waktu yang diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Ada saat-saat di mana mengerjakan tugas sendiri itu merupakan suatu jawaban. Walaupun demikian, pada umumnya hal ini bukan merupan alasan yang tepat karena dua alasan. Pertama, walaupun perasaan anda mengatakan bahwa anda dapat berada disetiap tempat, anda tetap memiliki kerbatasan-keterbatasan. Anda dapat saja membenamkan diri ke dalam suatu proyek dengan tujuan hanya untuk mengetahui apakah anda sebenarnya tidak mempunyai waktu, pendidikan ataupun alat-alat yang diperlukan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut agar berhasil baik. Anda bahkan dapat lebih memperumit permasalahan, menjadikan keadaan semakin buruk lagi. Siapapun yang pernah menangani proyek-proyek perbaikan dan penyempurnaan rumah yang rumit, banyak yang jatuh ke dalam perangkap ini. Anda melakukan resiko tinggi dengan mencurahkan waktu dan enerji anda ke dalam jurang yang tiada beralas dan berakhir dengan sia-sia.

Alasan Kedua dan yang lebih penting untuk menghindari sikap mengerjakan suatu tugas sendiri adalah bahwa sikap tersebut melemahkan efektifitas anda. Dengan mencurahkan diri untuk segala sesuatu, berarti anda telah melibatkan diri sendiri untuk hal-hal yang tidak perlu. Ini akan menyebabkan anda tidak mampu untuk memusatkan perhatian pada proyek-proyek yang jumlahnya sedikit tetapi memiliki imbalan yang tinggi untuk setiap penggunaan waktu dan enerji anda. Mengapa membuang-buang usaha anda dengan mempergunakan pendekatan “senjata pistol” bila anda dapat memusatkan diri dan menjadikan diri anda sendiri seperti sebuah “senjata berkaliber besar”.

Pita 4 “Bakarlah Minyak Tengah Malam”

Kisah ini mendukung adanya suatu keyakinan bahwa hasil-hasil yang diperoleh dari suatu tujuan akan seimbang dengan jumlah waktu yang dipergunakan dalam mencapai tujuan. Pecansu-pecandu kerja adalah korban yang lazim dari kisah ini. Mereka terlihat setiap malam dan setiap akhir pekan di kantor mengatur jatah waktu yang tersedia untuk bekerja. Hal-hal lain dalam kehidupan seperti tidur, kelurga dan penyimpangan-penyimpangan , ditempatkan pada kategori kepentingan kedua yang jauh.

Ada bahaya-bahaya yang pasti yang menyangkut kegiatan bekerja dengan jam-jam kerja yang lama.

Pertama, kita semua cenderung bosan setelah menggunakan waktu yang cukup lama untuk bekerja. Kita perlu menyingkir dan mengisi kembali baterai-baterai kita. Kagagalan melakukan hal ini menghambat kegairahan dan kreatifitas kita.

Kedua, bila anda terbiasa dengan jam kerja yang lama, maka selalu saja tersedia waktu pada waktu malam atau pada saat-saat akhir minggu untuk menyelesaikan penulisan laporan atau menjawab surat-surat. Anda telah memberikan kesempatan bagi hukum Parkison masuk ke dalam kehidupan anda, yaitu kerja yang selalu mengembang dan selalu mengisi waktu yang tersedia.

Akhirnya harga yang harus dibayar oleh orang yang bertingkah laku seperti ini menjadi terlalu mahal. Senewen, kesehatan yang buruk, perceraian, kecanduan alcohol serta kematian yang premature merupakan hal-hal yang lazim bagi mereka yang telah membeli program minyak tengah malam ini.

Pita 3 “Efisiensi berarti Efektifitas”

Kesalahpahaman makna efisiensi dan efektifitas telah dibahas di depan. Pokok yang ingin saya kemukakan disini adalah efektifitas haruslah mendahului efisiensi. Bagaimana anda dapat menjumpai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan bila anda tidak mengetahui apa tujuannya? Kabar baiknya efektifitas dapat dipelajari. Dengan menggunakan tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas secara bijaksana, anda dapat meningkatkan produktifitas secara mencolok.

Pita 2 "Aktifitas Berarti Produktifitas"

Banyak di antara kita mempunyai kebiasaan mengacaukan aktifitas dengan hasil yang diperoleh. Hal ini sering dapat dialami dalam ssuatu tugas. Seringkali, suatu organisasi menjumpai kesulitan dalam mengukur efektifitas seorang karyawan. Akibatnya, nilai aktifitas telah menggantikan nilai hasil yang diperoleh sebagai tongkat pengukur penampilan. Pekerja yang paling sibuk dianggap pekerja yang paling baik dan diberi imbalan untuk tingkah lakunya yang sibuk dan bukannya untuk hasil yang dicapainya.

Jam kerja adalah penyumbang terbesar bagi tingkah laku yang sibuk. Kebanyakan dari kita memiliki tugas dari jam 9 sampai jam 5 dan kadang-kadang ada hari-hari di mana kita tidak mempunyai atau sedikit pekerjaan. Dalam banyak hal kita masih dituntut untuk banyak muncul dan tinggal sepanjang hari tanpa menghiraukan beban kerja. Semua ini dilakukan untuk menciptakan dasar pengadaan waktu dan enerji menyia-nyiakan tingkah laku. Sebab, bila anda nampak tidak sibuk, pimpinan dapat berkesimpulan bahwa anda tidak diperlukan .

Ironisnya kita merasa terpaksa untuk tetap sibuk meskipun setidak-tidaknya kita sudah merasa yakin dengan apa yang akan kita lakukan. Seringkali kita melipat-gandakan usaha-usaha kita setelah kehilangan kepercayaan atas tujuan kita. Kita berusaha mengisi kehampaan tujuan dengan kegiatan. Mungkin yang terbaik adalah mengambil ringkasan sebuah pepatah dari Legiun Asing: ”bila ragu,larilah!”

Perangkap aktifitas dapat diatasi dengan menentukan tujuan-tujuan dan menjaga tujuan-tujuan tersebut tetap berada dalam fokus kita. Kegagalan menjaga tujuan-tujuan tersebut tetap berada dalam fokus, akan menyesatkan kita. Dalam proses pencapaian tujuan-tujuan, kita akan mudah sekali tersesat ke dalam aktifitas-aktifitas lain yang tidak terhit7ung banyaknya. Akibat yang tidak menguntungkan adalah bahwa aktifitas-aktifitas ini kemudian akan menjadi tujuan,bukannya sarana untuk mencapai tujuan. Ini adalah kasus klasik seperti seekor anjing yang menggoyangkan ekornya. Seperti yang dikatakan Thoreau, “Tidaklah cukup untuk menjadi sibuk…..,” pertanyaannya adalah : “Kita sibuk untuk apa?”

Pita 1 “Semakin Banyak Anda Berkeringat Semakin Banyak Anda Memperoleh”

Sementara orang menamakan pita ini “syndrome ember-ember keringat”. Kisah ini menghendaki agar secara langsung akan berkaitan dengan seberapa anda keras bekerja. Ada banyak pepatah yang memperteguh konsep ini. Berikut ini ada beberapa contah diantaranya: “bekerja membanting tulang tanpa istirahat” – “semakin giat saya bekerja semakin beruntunglah saya” – dan dari Edison,”Jenius adalah satu persen ilham dan Sembilan puluh persen keringat”.

Apabila di antara kita ditanya tentang keberhasilan kita, hal pertama yang kita sebutkan adalah bekerja keras. Dalam pemikiran kita, etika ”Kerja Keras” udah sedemikian berurat akar sehingga secara naluri kita mengaku mempunyai sifat kerja keras ini. Seolah-olah kita lemah apabila kita tidak memiliki sifat ini dan sebaliknya kita kuat apabila kita memilikinya. Banyak yang mengaku berhasil karena semata-mata factor kerja keras tersebut, sementara dengan enaknya mereka mengabaikan unsure-unsur yang lain yang mendukungnya. Seperti apa yang dikatakan Don Marquis, “Bila seseorang mengatakan pada anda bahwa dia menjadi kayak arena factor kerja keras, tanyakanlah kepadanya: Milik siapa?Kita sering mendengar tentang kerja keras dan keberhasilan, tetapi barangkali kerja keras dan kegagalanpun terjadi sama pula seringnya. Beberapa di antara kita bekerja keras dan kemudian dipecat. Yang lain bekerja keras dalam perkawinan, tetapi akhirnya mengalami perceraian. Yang lain lagi belajar dengan keras di sekolah tetapi tidak berhasil naik kelas, lulus ataupun memperoleh pekerjaan.

Kadang-kadang kerja keras memang benar-benar membedakan antara keberhasilan dan kegagalan. Persoalannya adalah kita cenderung melebih-lebihkan nilainya dan mengabaikan criteria yang lain yang sama pentingnya bagi suatu keberhasilan. Untungnya atau celakanya, hasil-hasil yang diperoleh dari kerja keras jarang sekali seimbang dengan curahan keringat yang ditumpahkan. Bekerja keras banting tulang hanya menjamin anda pada dua hal: membuat tubuh menjadi semakin bungkuk dan hidung menjadi semakin pesek.

Kesalahan Pita-pita Kerja

Pada abad ke sembilan belas, Artemus Ward mengatakan "Bukan hal yang tidak kita ketahui yang membuat kita sakit. Hal-hal yang benar-benar kita ketahuilah yang telah menyakitkan".Bila tiba saatnya untuk bekerja, kata-kata yang lebih tepat tidak diucapkan. Kita semua memiliki ide, nilai, prasangaka, serta teori-teori tentang bekerja. Untuk mudahnya kita sebut saja hal tersebut sebagai "pita kerja", yaitu catatan pesan-pesan kerja kita yang tersimpan pada otak. Sebagian dari pita-pita ini kita sadari keberadaannya, dan lainnya berada di otak bawah sadar.

Namun, semua itu merupakan program yang mengatur tingkah laku kita dari waktu ke waktu. Kita mendapatkan pita-pita kerja tersebut dari sumber-sumber seperti orang tua, guru-guru, para pimpinan, rekan-rekan sejawat, pengalaman-pengalaman, agama, media serta pemerintah.

Masalahnya seringkali dalam situasi yang terbaik, pita-pita ini merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak lengkap dan yang terburuk, ternyata merupakn angan-angan belaka. Namun, banyak di antara kita telah memainkan secara otomatis dan mempraktekkan petunjuknya dengan kegairahan yang dogmatis. Sebagai akibatnya, banyak pekerjaan yang menghasilkan sedikit atau tanpa pencapaian apapun, juga disertai dengan frustasi.

Berikut ini tercatat 12 pita kerja yang tercatat secara mithologis sangat dipercaya kebenarannya. Daftar ini mungkin saja tidak lengkap atau sudah tidak dipergunakan lagi. Pada saat anda membaca masing-masing pita, cobalah untuk memikirkan sesorang yang anda kenal yang masih hidup dan telah melaksanakan perintah-perintah tertulis ini. Apakah itu anda sendiri? bila anda benar-benar jujur terhadap diri anda sendiri, mungkin anda akan melihat keadaan diri anda sendiri pada beberapa pita tersebut.

Waktu, Sumber daya paling berharga (bag.2)

Menyambung tentang waktu sebagai lanjutan post sebelumnya, kita tahu persis bahwa kita tidak pernah tahu berapa sisa waktu yang kita miliki, dan yang pasti, waktu selalu menyusut secara konstan dan sama bagi tiap orang.

Kembali jika kita bandingkan denga resource yang lain, yaitu uang. Sebagian orang mengambil sebagian besar gajinya untuk dihambur-hamburkan dengan belanja barang yang sebenarnya kurang diperlukan. baik itu barang buat dia sendiri, maupun bagi orang lain.

Celakanya, tidak sedikit pula orang yang menghabiskan lebih dari setengah hari setiap harinya untuk merenungkan hari hari yang telah lampau, yang sudah barang tentu tidak bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

Tanpa kita sadaripun, kita telah menghambur-hamburkan waktu kita dengan berbagai cara. Saya harap membaca blog ini bukan salah satunya.

Terikat pada suatu kondisi ketidakabadian bisa menolong maupun menjerumuskan kita. Jika pilihan terakhir yang kita pilih, sudah barang tentu kita terjerumus pada tragedi kehidupan yang episodenya tidak berkesudahan.

Sebagian orang menipu dirinya sendiri untuk memilih pilihan yang pertama, yaitu dengan dengan beranggapan dan percaya bahwa waktu kita tidak terbatas. Selalu masih ada hari esok, yang dapat diisi dengan impian dan harapan masa depan.

Untunglah sebagian orang lainnya memilih untuk menjadikan ketidakabadian ini untuk hal-hal yang konstruktif. Menghadapi ketidakabadian, mereka selalu berkata pada dirinya sendiri:
Saya tidak akan selalu berada di sini untuk selama lamanya, karena itu, lebih baik saya berusaha sebaik baiknya, tiap-tiap menit, jam hari dan tahun
Orang-orang ini sadar, bahwa hidup mereka singkat. Oleh karena itu, mereka menerima sepenuhnya kenyataan-kenyataan atas hidup yang menjadi milik mereka sepenuhnya. Mereka bertanggung jawab penuh atas segala yang terjadi pada mereka, kemenangan maupun kegagalan.

Sebagai akibat dari sikap ini, orang-orang tersebut menyadari pentingnya sebuah perencanaan atas kehidupan mereka. untuk dapat mencapai kepuasan pribadi secara maksimum.

Oleh karena itu, dalam rangka memanfaatkan waktu (dan juga energi) anda dan saya, ada baiknya kita meluangkan waktu untuk merencanakan kehidupan kita. Karena tanpa perencanaan, hidup kita akan selalu terombang-ambing tanpa arah.

Waktu, Sumberdaya yang paling berharga

Pernahkah kita berpikir, berapa nilai waktu yang kita miliki?

Ada pepatah yang mengatakan, bahwa waktu adalah uang. Dari sisi bisnis, rasanya tidak terlalu salah. Waktu bisa saja berarti uang, yang artinya dapat kita hitung, meski tidak dapat selalu kita bawa serta.

Tapi pernahkah kita berpikir bahwa waktu yang kita miliki ini mempunyai sifat yang unik? Ya. Waktu memiliki sifat unik. Kita, selalu dipaksa menggunakan waktu, tanpa kita kuasa menolaknya, dengan angka yang konstan. Kita selalu mengkonsumsi waktu dengan angka yang sama. 7 hari dalam seminggu, 24 jam dalam sehari.

Sumber daya ini terdepresiasi secara konstan dan sama bagi setiap orang. Setiap jam kita kehilangan 60 menit.

Masalahnya, sifat unik waktu tidak berhenti sampai di sini. Waktu juga merupakan sumberdaya yang tidak pernah bisa kita hitung berapa jumlah sisa yang kita miliki. Kita hanya dapat menghitung waktu yang telah lewat.

Berapa waktu yang kita miliki? Jawabannya tergantung kepada berapa lama kita akan hidup. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah bisa kita jawab.

Sampai kapan kita punya waktu?
Jika kita sudah tidak punya waktu lagi, kapan itu akan terjadi?



Pertanyaan di atas bukan untuk mengingatkan anda akan kematian. Tetapi untuk mengingatkan kita semua, betapa berharganya waktu itu bagi kita. Boroskan uang anda, hambur-hamburkan uang anda, maka paling paling kita hanya akan menjadi melarat. Tapi jika kita menghamburkan waktu, maka kita sama dengan menghamburkan hidup kita. Menyia-nyiakan hidup kita. (bersambung)

Efektifitas vs Efisiensi

Saat anda membaca judul di atas, mungkin terbersit dalam pikiran anda bahwa kita harus bekerja seperti robot. Bekerja tanpa perasaan dan tidak dapat berpikir.

Kita tidak jarang pula menyamakan artinya dengan efisien. Padahal, menjadi efektif adalah menentukan tujuan yang tepat dari alternatif yang ada. Menentukan metode yang paling tepat atas beberapa pilihan juga merupakan bagian dari efektifitas.

Di lain pihak, efisiensi menitikberatkan pada metode yang paling tepat, dimana tujuan telah ditentukan sebelumnya. Hmm.. sedikit membingungkan. Tapi mungkin istilah "do the right things" dan "do things right" memudahkan anda memahaminya. Konsep yang pertama adalah efektifitas.

Ada sekelompok orang yang lebih memntingkan satu dibanding yang lainnya. bagi saya pribadi, "do the right things" adalah yang paling tepat. Kenapa?

Sebelum kita dapat mengerjakan sesuatu, kita sebaiknya tahu betul untuk apa dan kenapa kita mengerjakannya. Ini beda kita dengan robot. Robot hanya bekerja karena diperintahkan. Tujuan robot yang utama adalah mengerjakan sesuatu dengan benar. Kita sebagai manusia seharusnya bisa memilih mengerjakan sesuatu yang benar dulu baru kemudian mengerjakannya dengan benar.